Perekonomian Kalimantan Selatan 2024 Tunjukkan Tren Positif, Didorong oleh Sektor Pertambangan
Banjarmasin – Sepanjang tahun 2024, perekonomian Kalimantan Selatan (Kalsel) terus menunjukkan pertumbuhan positif, meskipun menghadapi tantangan dari faktor global dan domestik. Berdasarkan laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sektor pertambangan, khususnya batubara, tetap menjadi pendorong utama dengan kontribusi sebesar 27,32 persen terhadap perekonomian Kalsel. Selain itu, konsumsi rumah tangga tetap mendominasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi ini, mencatatkan angka 42,33 persen.
Syafriadi, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Kalsel, mengungkapkan bahwa aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang terjaga menjadi salah satu indikator pertumbuhan yang baik. Meskipun demikian, tekanan ekonomi global seperti fluktuasi harga komoditas dan ketidakpastian geopolitik tetap menjadi tantangan utama yang harus dihadapi.
Tingkat Inflasi Terkendali di Kalsel
Pada Desember 2024, inflasi di Kalimantan Selatan tercatat sebesar 1,95 persen (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan angka inflasi nasional yang hanya 1,57 persen. Kabupaten Tanah Laut tercatat sebagai daerah dengan inflasi tertinggi di Kalsel, yaitu 2,90 persen, sementara Kotabaru mencatatkan inflasi terendah di angka 0,26 persen. Beberapa faktor penyumbang inflasi di Kalsel di antaranya adalah harga emas perhiasan, ikan gabus, tarif parkir, dan minyak goreng.
Surplus Neraca Perdagangan Kalsel pada 2024
Neraca perdagangan Kalsel pada Desember 2024 masih mencatatkan surplus sebesar US$1.055,27 juta. Namun, terjadi penurunan -15,56 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya permintaan komoditas ekspor utama, seperti batubara dan kelapa sawit. Di sisi impor, terdapat peningkatan impor bahan bakar kendaraan bermotor dan kapal kargo, yang turut mempengaruhi surplus neraca perdagangan.
Kinerja APBN Kalsel 2024 dan Realisasi Pendapatan Negara
Kinerja pendapatan APBN Provinsi Kalsel pada Desember 2024 mencapai Rp24,40 triliun, yang setara dengan 104,68 persen dari target. Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023, terdapat pertumbuhan sebesar 1,06 persen, yang sebagian besar berasal dari penerimaan pajak dan bea cukai.
Penerimaan pajak sepanjang 2024 tercatat sebesar Rp21,43 triliun, atau 100,64 persen dari target, sedangkan penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp0,59 triliun, atau 105,09 persen dari target. Untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tercatat sebesar Rp2,38 triliun, yang mencapai 124,44 persen dari target meskipun ada penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Perkembangan Pajak dan Penerimaan Bea Cukai
Adapun rincian penerimaan pajak menunjukkan bahwa PPh Non Migas mencapai Rp10,35 triliun, dengan pencapaian 94,72 persen dari target dan mengalami penurunan 10,52 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penerimaan dari PPN dan PPnBM tercatat sebesar Rp8,39 triliun, atau 100,17 persen dari target, dengan kenaikan 28,14 persen dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, penerimaan dari PBB tercatat Rp2,59 triliun, mencapai 136,69 persen, meskipun mengalami penurunan 6,76 persen dibandingkan tahun lalu.
Penerimaan Pajak Lainnya sebesar Rp94,67 miliar tercatat 105,88 persen dari target, mengalami penurunan 2,99 persen. Di sisi lain, penerimaan Kepabeanan dan Cukai tercatat sebesar Rp592,71 miliar, dengan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang mencapai Rp4.225,20 miliar, terdiri dari PPh Impor dan PPN.
Kontribusi PNBP dan Penerimaan BLU
PNBP yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) tercatat mengalami pertumbuhan 5,83 persen (yoy), berasal dari Pendapatan Kembali Belanja TAYL dan Pemanfaatan BMN. Sedangkan PNBP yang dikelola oleh Kanwil DJKN berkontribusi sebesar Rp29,07 miliar terhadap total pendapatan negara.
Kesimpulan
Perekonomian Kalimantan Selatan pada 2024 menunjukkan tren yang tetap positif meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan global dan domestik. Dengan kontribusi besar dari sektor pertambangan, terutama batubara, serta dukungan kuat dari sektor konsumsi rumah tangga, provinsi ini menunjukkan resiliensi ekonomi yang stabil. Namun, beberapa tantangan, seperti fluktuasi harga komoditas dan ketidakpastian ekonomi global, tetap menjadi faktor yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan pelaku ekonomi.